Sabtu, 13 Februari 2016

Putra Teknik UNMUL 2015

PERANKU SEBAGAI MAHASISWA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN

Kaum muda dengan segala potensi memiliki kesempatan dan ruang untuk berada dalam lingkungan akademis yang disebut kampus. Perlu disadari, mahasiswa adalah intelektual terdidik. Arus globalisasi menimbulkan dampak positif dan negatif bagi mahasiswa. Dampak positifnya, mahasiswa dibekali akses mudah dalam pencarian informasi dengan bebas dan tanpa batas ruang dan waktu. Namun dengan hal tersebut, menciptakan mahasiswa-mahasiswa yang praktis hingga melupakan substansi perannya sebagai mahasiswa.

Setiap mahasiwa memilki karakter yang berbeda-beda. Bermimpi dan berangan-angan, memiliki impian dan harapan .Tujuan hidup dan cita-cita yang hendak diwujudkan. Motivasi untuk terus berjuang dalam kehidupan. Pencapaian, kesuksesan, kebahagiaan, semua berawal dari mimpi. Aku bermimpi menjadi seseorang yang memiliki kontribusi besar untuk daerah kelahiranku. Dengan statusku sebagai mahasiwa teknik UNMUL yang nantinya akan menjadi penerus bangsa ini dan ditangan mahasiswalah nantinya bangsa dan negeri ini akan diserahkan. Agent of Change, begitulah kerap peran mahasiswa dibesarkan. Pasti masih teringat jelas dalam pikiran kita bahwa gelar tersebut diberikan bukan tanpa alasan, melainkan karena besarnya peran mahasiswa dalam perjalanan sejarah tanah air. Merubah era diktator menjadi era kebebasan (demokrasi).  Namun, mahasiswa kini lebih cenderung apatis terhadap masalah-masalah yang melanda bangsa. Banyak teknologi inovasi baru yang dikembangkan oleh anak negeri hanya menjadi penemuan sia-sia. Mulai dari pesawat yang dikembangkan oleh Bapak B.J. Habibie sampai dengan mobil listrik yang ditemukan oleh Ricky Elson dianggap sebagai penemuan yang tak berarti. Ironisnya negeri tetangga Malaysia ingin membeli mobil tersebut, maka sudah cukup disini lah teknologi inovasi baru anak bangsa disia-siakan.
Menjadi penerus bangsa tidak cukup hanya dengan bermimpi. Usaha untuk mencapai mimpi, itu yang dibutuhkan, sesuatu yang nyata. Salah satu peranku sebagai mahasiswa apalagi seorang mahasiswa teknik adalah sebagai ujung tombak perubahan. Oleh karenanya, aku harus melatih mental menjadi sekuat besi, berakhlak mulia, kritis, berfikiran ilmiah dan tidak memihak pada suatu hal. Harus berfikir rasionalis dan berlandaskan fakta-fakta yang jelas. Masa pemerintahan pasti akan bergulir dari generasi tua ke generasi muda. Ditangan para generasi muda yang diharapkan dapat membawa perubahan positif dan bisa memperbaiki kesalahan-kesalahan di generasi sebelumnya. Mahasiswa yang berjiwa muda pastinya memiliki ide-ide segar dan pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan orang atau rakyat yang tidak duduk di bangku kuliah. Inilah mengapa mahasiswa menjadi ujung tombak perubahan karena mereka mempunyai kesempatan dan potensi untuk mengarah ke perubahan yang lebih baik.

Salah satu usahaku untuk mencapai mimpi itu adalah berorganisasi. Sebagian orang berpendapat, ikut dalam organisasi hanya akan memecah konsentrasi kita untuk kuliah. Berorganisasi dapat membuat kita melupakan kuliah yang menjadi tujuan awal kita datang ke universitas ini.” Berorganisasi membuat IP kita anjlok” begitu pemikiran sebagian orang. Namun, saya mencoba merubah semua paradigma berpikir itu. Justru  organisasi membantu mengasah softskill kita yang tidak akan kita dapatkan jika kita hanya berkutat di bangku kuliah. Ikut organisasi dapat melatih kita untuk mendisiplinkan diri dan belajar mangatur waktu yang kita miliki. Pandai memanajemen waktu yang merupakan salah satu ciri orang yang sukses. Apalagi kini saya di amanahkan untuk memimpin sebuah Lembaga Dakwah Fakultas (LDF) Gamamus Teknik. Sadar akan tanggungjawab sebagai mahasiswa dan sebagai pengurus organisasi. Berorganisasi menunjukkan kita akan pentingnya sebuah kerjasama. Negeri ini tidak merdeka oleh usaha satu orang, tapi ribuan orang yang bekerjasama yang memiliki visi yang sama yaitu merdeka. Lalu, bagaimana bisa menjadi seorang penerus bangsa jika tidak dapat bekerjasama.

Melihat kondisi Fakultas Teknik UNMUL saat ini yang hanya disibukkan oleh kegiatan akademik, maka perlu dicarikan solusi agar mahasiswa tidak menjadi budak dari pendidikan. Tapi terus berusaha untuk meningkatkan jiwa kepemimpinan dan kerjasamanya. Banyak hal yang harus dirubah dari paradigma mahasiswa sekarang, salah satu diantaranya adalah untuk dapat berorganisasi. Di dunia kerja yang dibutuhkan itu bukan hanya IP, tapi keahlian yang kita miliki terutama dalam bekerjasama, berbicara dan menghadapi sutuasi sulit yang menuntut kita mengambil keputusan yang cepat dan tepat. Keahlian tersebut hanya dapat kita peroleh dengan berorganisasi. Organisasi, itu salah satu cara yang kulakukan untuk mewujudkan mimpi.


Minggu, 17 Januari 2016

POTRET KEGIATAN PERTAMBANGAN (STUDI KASUS: ABU TERBANG BATUBARA ( COAL FLY ASH) DAN PEMANFAATANNYA) DI SUDUT KOTA SAMARINDA KALIMANTAN TIMUR

 POTRET KEGIATAN PERTAMBANGAN
(STUDI KASUS: ABU TERBANG BATUBARA ( COAL FLY ASH) DAN PEMANFAATANNYA)
DI SUDUT KOTA SAMARINDA
KALIMANTAN TIMUR

Pertambangan batubara di Indonesia telah berlangsung selama 40 tahun lebih, sejak keluarnya UU No.11 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Pertambangan yang kemudian diganti dengan UU Pertambangan Mineral dan Batubara tahun 2009. UU ini telah menjadi landasan eksploitasi sumberdaya mineral dan batubara secara besar-besaran untuk mengejar pertumbuhan ekonomi. Industri batubara Indonesia telah berkembang dengan pesat dalam waktu singkat.

Salah satu daerah penghasil batubara adalah kota Samarinda. Kota Samarinda yang terletak di daerah khatulistiwa, propinsi Kalimantan Timur yang memilki kondisi topografi yang datar dan berbukit antara 10-200 meter diatas permukaan laut. Dengan luas wilayah 718 km². Kota Samarinda berbatasan dengan Kabupaten Kutai Kartanegara disebelah barat, timur, selatan dan utara yang merupakan penghasil batubara terbesar kedua di Kalimantan Timur. Pada dasawarsa tahun 2000-an, perkembangan peningkatan produksi batubara di Kota Samarinda semakin meningkat. Sehingga Samarinda juga dikenal dengan sebutan kota tambang karena hampir 38.814 ha (54%) dari total 71.823 ha luas kota Samarinda merupakan areal tambang batubara. Pertambangan batubara yang sudah berproduksi dengan rincian 38 KP (Kuasa Pertambangan) yang mendapat izin dari wali kota Samarinda dan 5 (lima) PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) dengan izin pemerintah pusat yang belum beroperasi (kompas 10 Januari 2016). Belum lagi ada puluhan tambang-tambang illegal yang banyak dikelola pengusaha dan masyarakat. Bahkan sekarang kegiatan pertambangan ini telah merambah kawasan lindung maupun perkotaan. Hal ini diketahui setelah adanya bukti-bukti bahwa kawasan hutan raya Bukit Suharto telah dirambah pertambangan batubara dan penambangan illegal yang dikenal dengan batubara karungan yang banyak terdapat di kawasan perumahan-perumahan penduduk di kota Samarinda makin memperparah kondisi lingkungan kota Samarinda. 

Polemik polusi udara pada abu terbang (fly ash) sering terjadi di sekitar area pertambangan batubara. Hal ini menjadikan keluhan oleh masyarakat sekitar area pertambangan batubara akan penyakit saluran pernapasan atau pneumoconiosis yang disebabkan oleh abu terbang tersebut. Adanya pengaruh abu terbang terhadap kesehatan manusia perlu diantisipasi dengan cara memanfaatkan abu terbang tersebut sebagai suatu inovasi ekonomis agar jumlah polusi dari abu terbang dapat berkurang. Abu terbang batubara umumnya dibuang di ash lagoon atau ditumpuk begitu saja di dalam area industri. Penumpukan abu terbang batubara ini menimbulkan masalah bagi lingkungan. Berbagai penelitian mengenai pemanfaatan abu terbang batubara sedang dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomisnya serta mengurangi dampak buruknya terhadap lingkungan. Saat ini abu terbang batubara digunakan dalam pabrik semen sebagai salah satu bahan campuran pembuat beton.

Electrostatic Precipitator (ESP) adalah sebuah teknologi untuk menangkap abu batubara hasil proses pembakaran dengan jalan memberi muatan listrik padanya. Prinsip kerja ESP yaitu dengan memberi muatan negatif kepada abu batubara tersebut melalui beberapa elektroda (biasa disebut discharge electrode). Jika abu tersebut dilewatkan lebih lanjut ke dalam sebuah kolom yang terbuat dari plat yang memiliki muatan lebih positif (biasa disebut collecting electrode), maka secara alami abu tersebut akan tertarik oleh plat – plat tersebut. Setelah abu terakumulasi pada plat tersebut, sebuah sistem rapper khusus akan membuat abu tersebut jatuh ke bawah dan keluar dari sistem ESP.
Gambar 1. Elemen-eleman dari Teknologi Electrostatic Precipitator (ESP)

Inovasi Electrostatic Precipitator (ESP) memberi muatan negatif kepada abu terbang batubara melalui beberapa elektroda (discharge elektrode). Jika abu tersebut dilewatkan lebih lanjut ke dalam sebuah kolom yang terbuka dari plat yang memiliki muatan lebih positif (collecting electrode), maka secara alami abu tersebut akan tertarik oleh plat – plat tersebut. Setelah abu terakumulasi oleh plat tersebut, sebuah sistem rapper khusus akan membuat abu tersebut jatuh ke bawah dan keluar dari sistem ESP.
Gambar 2. Prinsip Kerja dari Electrostatic Precipitator (ESP)

Proses-proses yang terjadi pada ESP sehingga abu terbang (fly ash) dapat terkumpul adalah sebagai berikut:
  1. Charging. ESP menggunakan listrik DC sebagai sumber dayanya, dimana Collecting Electrode (CE) terhubung dengan kutub positif dan ter-grounding, sedangkan untuk Discharge Electrode (DE) terhubung dengan kutub negatif yang bertegangan 55-85 kilovolt DC. Medan listrik terbentuk diantara DE dan CE, pada kondisi ini timbul fenomena korona listrik yang berpendar pada sisi DE. Pada saat gas buang batubara melewati medan listrik ini, fly ash akan terkena muatan negatif yang dipancarkan oleh kutub negatif pada DE. Proses pemberian muatan negatif pada abu tersebut dapat terjadi secara difusi atau induksi, tergantung dari ukuran abu tersebut. Beberapa partikel abu akan sulit dikenai muatan negatif sehingga membutuhkan medan listrik yang lebih besar. Ada pula partikel yang sangat mudah dikenai muatan negatif, namun muatan negatifnya juga mudah terlepas, sehingga memerlukan proses charging kembali.
  2. Pengumpulan. Abu yang sudah bermuatan negative akan tertarik untuk menuju ke CE atau bergerak menurut aliran gas yang ada. Kecepatan aliran gas buang mempengaruhi proses pengumpulan abu pada CE. Kecepatan aliran gas yang rendah akan memperlambat gerakan abu untuk menuju CE. Sehingga umumnya desain ESP biasanya digunakan beberapa seri CE dan DE yang diatur sedemikian rupa sehingga semua abu yang terkandung di dalam gas buang boiler dapat tertangkap.
  3. Rapping. Lapisan abu yang terkumpul pada permukaan CE harus secara periodik dirontokan. Metode yang paling umum digunakan adalah dengan jalan memukul bagian CE dengan sebuah sistem mekanis. Sistem rapper mekanis ini terdiri dari sebuah hammer, motor penggerak, serta sistem gearbox sederhana yang dapat mengatur gerakan memukul agar terjadi secara periodik. Sistem rapper tidak hanya terpasang pada sisi CE, pada DE juga terdapat sistem rapper. Hal ini karena ada sebagian kecil dari abu yang akan bermuatan positif karena ia ter-charging oleh CE yang bermuatan positif.
  4. Abu yang rontok dari CE akan jatuh dan terkumpul di hopper yang terletak di bawah sistem CE dan DE. Hopper ini harus didesain dengan baik agar abu yang sudah terkumpul tidak masuk kembali ke dalam kompartemen ESP. Selanjutnya dengan menggunakan udara bertekanan, kumpulan abu tersebut dipindahkan melewati pipa-pipa ke tempat penampungan yang lebih besar.
 Sebagian besar komposisi abu terbang batubara tergantung dari tipe batubara. Menurut ASTM C618-86, terdapat dua jenis abu terbang, kelas F dan kelas C. Kelas F dihasilkan dari pembakaran batubara jenis antrasit dan bituminous, sedangkan kelas C dari batubara jenis lignite dan subituminous.

Kelas C fly ash mengandung CaCO di atas 10 % yang dihasilkan dari pembakaran lignite atau sub-bitumen batubara (batubara muda).
1.      Kadar (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3) > 50 %
2.      Kadar CaO mencapai 10 %
Dalam campuran beton digunakan sebanyak 15 % - 35 % dari total berat binder.

Kelas F fly ash yang mengandungCaO lebih kecil dari 10 % yang dihasilkan dari pembakaran antrasit atau bitumen batubara.
1.      Kadar (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3) > 70 %
2.      Kadar CaO < 5 %
Dalam campuran beton digunakan sebanyak 15 % - 25 % dari total binder.

Campuran beton dengan menggunakan fly ash kelas F memiliki ikatan lebih baik dari pada menggunakan fly ash kelas C dikarenakan fly ash tipe C dihasilkan dari pembakaran batubara muda sedangkan fly ash tipe F dihasilkan dari pembakaran batubara antrasit dan fly ash tipe C memilki karakteristik ringan dan berwarna lebih terang dari fly ash tipe F.

Fly ash atau abu terbang yang merupakan sisa-sisa pembakaran batubara, yang dialirkan dari ruang pembakaran melalui ketel berupa semburan asap, yang telah digunakan sebagai bahan campuran pada beton. Fly ash atau abu terbang di kenal di Inggris sebagai serbuk abu pembakaran. Abu terbang sendiri tidak memiliki kemampuan mengikat seperti halnya semen. Tetapi dengan kehadiran air dan ukuran partikelnya yang halus, oksida silika yang dikandung oleh abu terbang akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi semen dan menghasilkan zat yang memiliki kemampuan mengikat. 

Pada penelitian ini, saya terfokuskan pada fly ash tipe F dengan sisa pembakaran pada sekitar arae pertambangan yang memproduksi batubara bituminous.

Kekuatan tekan beton ditentukan oleh pengaturan dari perbandingan semen, agregat kasar, agregat halus, dan air. Perbandingan air terhadap semen merupakan faktor utama dalam penentuan kekuatan beton. Semakin rendah perbandingan air semen, semakin tinggi kekuatan tekan. Suatu jumlah tertentu air diperlukan untuk memberikan aksi kimiawi di dalam proses pengerasan beton, kelebihan air meningkatkan kemampuan pengerjaan akan tetapi mempengaruhi kekuatan.


Gambar 3. Hubungan Persentase Penambahan Fly Ash terhadap Kuat Tekan Beton

Gambar 3. menunjukkan hubungan antara kuat tekan beton dengan persentase penambahan fly ash, pada umur 28 hari. Dari rangkaian grafik di atas pada persentase penambahan fly ash sebesar 5% kuat tekan mengalami kenaikan kuat tekan yang paling optimum. Sedangkan pada penambahan fly ash sebesar 10% dan 15% kuat tekan menjadi menurun. Hal ini terjadi karena pengikatan semen menjadi berkurang akibat terlalu banyak penambahan fly ash dan bahan tambah memiliki ketentuan optimum untuk dapat meningkatkan kuat tekan beton, bukan berarti dengan semakin banyak bahan tambah akan meningkatkan kuat tekan beton, justru malah mengurangi kekuatan beton. Dan untuk penambahan bahan tambah menggunakan bahan tambah fly ash kadar optimum didapatkan dengan menambahkan fly ash sebesar 5%.